Hukum Menjawab Salam Via Tulisan

    Hukum Menjawab Salam Via Tulisan

    PROBOLINGGO - Setiap hari senin malam selasa, sekitar pukul 22.30 wib, Ma’had Aly Nurul Jadid memiliki kegiatan wajib, yakni diskusi panel. Diskusi ini wajib diikuti oleh takhossus Ma’had Aly semester empat sampai delapan. Dengan menggunakan kitab panduan kitab tuhfatut tullab karya Syekh Zakariya al-Anshori, para santri menjadi penyajia dan ada pula yang menjadi moderator sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. 

    Pada senin (24/01) lalu, diskusi panel membahas bab shalat. Setidaknya ada satu pertanyaan yang akan dibahas pada artikel singkat ini, yakni: bagaimana hukumnya menjawab salam via tulisan?  Langsung saja. Didalam kitab syarqowi juga karangan karya Syekh Zakariya al-Anshori menerangkan dengan gamblang bahwa hukum menjawab salam itu adalah wajib.

    Sedangkan hukum memulai salam adalah sunah. قوله ورد سلام) خرج بذالك ابتدائه فهو سنة وهي افضل من الرد وان كان واجبا

    Artinya: - termasuk pekerjaan fardhu kifayah - adalah menjawab salam (pada orang banyak). Terkecuali dari itu adalah memulai salam, maka hukumnya sunah. Dan memulai salam itu lebih utama daripada menjawab sekalipun hukumnya wajib. 

    Lalu, bagaimana dengan menjawab salam via tulisan? Apakah tetap wajib? Atau memang tidak wajib disebabkan orang yang diberi salam tidak mendengar secara langsung ucapan salam tersebut. 

    Masih dengan kitab yang sama, yakni kitab syarqowi. Sebuah kitab yang menjelaskan dari kitab tuhfatut tullab. Pada halaman 162 juz satu, diterangkan sebagaimana berikut:

    ولو سلم عليه من وراء حائط او ستر او في كتاب او مع رسول و بلغه وجب الرد ويكون الرسول وكيلا عنه في الاتيان بصيغة شرعية 

    Artinya: andaikan seseorang dibelakang tembok, penutup, atau (menulis) dikitab, atau menitip pesan pada seseorang dan orang itu menyampaikannya, maka menjawab salam hukumnya wajib. Dan seorang utusan itu menjadi wakil dari orang yang menitip salam didalam mengucapkan salam dengan bentuk kata secara syariat. (assalamualaikum war. Wab.)

    Jadi, kesimpulannya, tulisan salam via tulisa, contohnya seperti yang ada di whatsapp (WA) / undangan-undangan, maka wajib hukumnya untuk menjawab salam tersebut. 

    Untuk membedai postingan yang ada di website lembaga hamba belajar saat ini, saya akan menambahi beberapa keterangan lagi.  

    Setidaknya ada dua poin lagi yang bisa saya tulis lagi. Pertama, hukum menjawab salam pada orang banyak (jamaah) adalah fardhu kifayah. Jadi, apabila ada satu orang yang menjawab salam, maka kewajiban orang lain untuk menjawab salam menjadi gugur. Akan tetapi, syekh Zakariya al-Anshori dalam syarqowi-nya memberikan persyaratan bahwasanya orang yang menjawab tersebut adalah orang yang mukallaf. Sehingga bila ada anak kecil yang menjawab salam tersebut, maka kewajiban orang lain tidak gugur. 

    Ibarohnya ada di halaman 162 :

    فان رد واحد من الجماعة اختص بالثواب وسقط الحرج عن باقيهم بشرط ان يكون الراد مكلفا فلا يكفي رد نحو صبي عنهم

    Artinya: Apabila salah seorang dari orang banyak tersebut menjawab salam, maka pahala terkhususkan pada orang itu dan gugur kewajiban orang lain untuk menjawab dengan syarat: orang yang menjawab adalah orang yang mukallaf. Maka tidak cukup (menggugurkan kewajiban orang lain) menjawab salamnya semisal anak kecil dari mereka. 

    Poin kedua adalah terkait hukum mengucapkan dan menjawab salam bagi perempuan yang perawan. Sebenarnya ada beberapa kesimpulan dari ibaroh yang akan saya tulis ini. Untuk lebih memperjelas, saya tulis dulu saja ibarohnya. Di kitab syarqowi halaman 162.

    ويحرم من الشابة الاجنبية ابتداء وردا وكذا الخنثى  مع  مثله ويكرهان من الرجال عليها بخلاف جمع  النساء ولو شواب والعجوز بخلاف ما اذا كان هناك محرمية او زوجية او سيد فلا يكره

    Artinya: dan haram bagi pemudi dan perawan, yakni mengucapkan dan menjawab salam. Begitu pula banci dengan orang yang semacamnya. Dan keduanya (mengucapkan dan menjawab salam) itu hukumnya makruh bagi orang laki-laki kepada perempuan. Berbeda halnya dengan wanitanya banyak. Sekalipun banyak perempuan dan orang tua renta. Berbeda halnya disana terdapat adanya mahrom / pasangannya / tuannya, maka hukumnya tidak makruh. 

    Dari ibaroh diatas, dapat diambil kesimpulan:1. Haram bagi pemudi untuk menjawab dan mengucapkan salam (pada lawan jenisnya). Qultu: barangkali ini untuk mencegah syahwah dan terjerumus pada perkara-perkara yang dilarang agama, seperti zina. 2. Orang banci (orang yang memiliki dua kelamin) dilarang saling menjawab dan mengucapkan salam pada orang bancinya. 3. Makruh mengucapkan dan menjawab salam bagi orang laki-laki pada perempuan asing. 4. Tidak makruh bila disana terdapat mahrom atau suami dari perempuan asing tersebut. 

    Mungkin cukup sekian catatan hari ini. Duh, bahkan postingan ini selesai ketika dini hari. 

    Baiklah. Esok hari saya usahakan posting lebih awal teman-teman. Terimakasih. (Alfin Haidar Ali)

    Ponirin Mika

    Ponirin Mika

    Artikel Sebelumnya

    Pengurus Ranting NU Karanganyar Paiton,...

    Artikel Berikutnya

    Begini Tahap Pembangunan IKN hingga 2045

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Permendikbudristek 44/2024: Dorong Profesionalisme dan Kesejahteraan Dosen
    Konsekuensi Hukum bagi Jurnalis yang Lakukan Framing, Fitnah, dan Informasi Menyesatkan dalam Publikasi Opini
    Akibat Hukum Jurnalis Berpihak: Ketika Etika dan Hukum Dilanggar demi Kepentingan
    Rekognisi Profesor Melalui Kolaborasi Internasional Universitas Mercu Buana - Universiti Tun Hussein Onn Malaysia
    Lembaga Advokasi Konsumen DKI Jakarta Somasi Apartemen Green Cleosa Ciledug

    Ikuti Kami